Selasa, 12 Februari 2008

Objek Wisata

Tana Toraja memiliki adat istiadat serta budaya yang telah mendarah daging turun temurun pada masyarakatnya. Berbagai macam obyek yang menarik baik secara langsung diciptakan oleh-Nya maupun secara sengaja dibuat oleh orang-orang yang memiliki cita rasa di bidang seni yang tinggi tentang budayanya sendiri.

Londa

Kete'Kesu

Sabung Ayam

Batutumonga adalah salah satu objek wisata alam yang ada di Toraja. Di Batutumonga kita dapat refreshing sejenak dan menikmati keindahan alam yang masih alami. Batutumonga terletak di kaki gunung sesean, tudak heran jika cuacanya sangat segar, bebas dari polusi. Objek wisata alam lainnya antara lain : Pemandian air panas (Makula), Kolam alam (Tilangga'), dll"

Objek wisata budaya yang terdapat di Tana Toraja yaitu, upacara-upacara adat (baik sukacita maupun dukacita) Mengenai upacara adat akan dibahas pada page budaya.

MAKAM, GUA LONDA,BATUTUMONGA

Visi & Misi

VISI
Terwujudnya Tana Toraja sebagai daerah idaman yang paling indah dan tempat tinggal masyarakat beriman yang mandiri, kreatif, dinamis, sejahtera dan penuh kasih persahabatan.
MISI

* Meningkatkan mutu manusia dalam berbagai eksistensi masyarakat Tana Toraja yang beriman, mandiri, kreatif, dinamis, sejahtera dan penuh kasih persahabatan serta bertanggung jawab dan senantiasa mengedepankan supremasi hukum dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
* Mengoptimalkan penataan ruang dan pelestarian lingkungan sehingga daerah Tana Toraja dapat menjadi " Daerah Idaman Yang Indah" dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
* Membangun Prasarana perhubungan dan sarana perekonomian yang optimal serta menciptakan kemudahan dan suasana berusaha yang kondusif untuk membuka peluang investasi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan ekonomi.
* Meningkatkan kualitas pendidikan dengan restrukturisasi sistem dan penyelenggaraan pendidikan pada setiap jenjang, yang tidak hanya mampu menghasilkan tenaga terdidik yang bermutu Nasional dan Internasional, tetapi juga mampu menciptakan dan memanfaatkan gagasan-gagasan yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEK) yang dibutuhkan untuk kemakmuran rakyat.
* Mengoptimalkan Otonomi Daerah melalui peningkatan kualitas Pemerintah Daerah yang dititik beratkan pada pemberdayaan Aparatur Pemerintah, yang demokratis dan lebih dekat kepada rakyat serta bebas dari KKN, dengan menerapkan keperintahan yang baik (Good Govermance).
* Menata dan membangun kembali kelembagaan ekonomi lainnya.
* Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya pariwisata melalui suatu pengembangan serta penganekaragaman usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
* Mendorong para pengusaha kecil dan menengah agar dapat mengembangkan usahanya secara mandiri, profesional dan menjalin mitra usaha antara pengusaha daerah, nasional dan manca negara dengan prinsip saling menguntungkan.
* Membangun ekonomi kerakyatan Tana Toraja yang tumbuh pada sektor Pertanian dan Pariwisata dengan mengembangkan agribisnis, agrowisata dan agroindustri yang ramah lingkungan.

ASAL MASYARAKAT TANA TORAJA

Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa).
SEJARAH ALUK
Konon manusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut aluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-nilai religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua.
Cerita tentang perkembangan dan penyebaran Aluk terjadi dalam lima tahap, yakni: Tipamulanna Aluk ditampa dao langi' yakni permulaan penciptaan Aluk diatas langit, Mendemme' di kapadanganna yakni Aluk diturunkan kebumi oleh Puang Buru Langi' dirura. Kedua tahapan ini lebih merupakan mitos. Dalam penelitian pada hakekatnya aluk merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa kaum imigran dari dataran Indo Cina pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum masehi.

Beberapa Tokoh penting daiam penyebaran aluk, antara lain: Tomanurun Tambora Langi' adalah pembawa aluk Sabda Saratu' yang mengikat penganutnya dalam daerah terbatas yakni wilayah Tallu Lembangna. Selain daripada itu terdapat Aluk Sanda Pitunna disebarluaskan oleh tiga tokoh, yaitu : Pongkapadang bersama Burake Tattiu' menuju bagian barat Tana Toraja yakni ke Bonggakaradeng, sebagian Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, derngan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja "To Unnirui' suke pa'pa, to ungkandei kandian saratu yakni pranata sosial yang tidak mengenal strata. Kemudian Pasontik bersama Burake Tambolang menuju ke daerah-daerah sebelahtimur Tana Toraja, yaitu daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu, Ranteballa, Ta'bi, Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja : "To Unnirui' suku dibonga, To unkandei kandean pindan", yaitu pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyarakat dalam tiga strata sosial. Tangdilino bersama Burake Tangngana ke daerah bagian tengah Tana Toraja dengan membawa pranata sosial "To unniru'i suke dibonga, To ungkandei kandean pindan", Tangdilino diketahui menikah dua kali, yaitu dengan Buen Manik, perkawinan ini membuahkan delapan anak. Perkawinan Tangdilino dengan Salle Bi'ti dari Makale membuahkan seorang anak. Kesembilan anak Tangdilino tersebar keberbagai daerah, yaitu Pabane menuju Kesu', Parange menuju Buntao', Pasontik ke Pantilang, Pote'Malla ke Rongkong (Luwu), Bobolangi menuju Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, Bue ke daerah Duri, Bangkudu Ma'dandan ke Bala (Mangkendek), Sirrang ke Dangle.
Itulah yang membuat seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo arti harfiahnya adalah "Negri yang bulat seperti bulan dan Matahari". Nama ini mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.

PERINCIAN LUAS WILAYAH PER KECAMATAN

Secara administratif Kabupaten Tana Toraja mempunyai luas wilayah 3.205,77 km2, dipimpin oleh seorang Bupati dan Wakil Bupati membawahi satu orang Sekretaris Daerah, 15 Dinas, 7 Badan dan 6 Kantor. Wilayah Tana Toraja terdiri dari 15 kecamatan, 116 lembang dan 27 Kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Camat, seorang Kepala Lembang dan seorang Kepala Lurah. Kepala Lembang tersebut di era otonomi ini langsung dipilih oleh rakyat secara demokrasi.


PERINCIAN LUAS WILAYAH PER KECAMATAN PADA TAHUN 2002



No. Kecamatan Luas
1. Rantepao 35,001,09
2. Makale 126,773,95
3. Sa'dan Balusu 127,003,96
4. Sesean 91,752,86
5. Rindingallo 470,0014,66
6. Tondon Nanggala 120,003,74
7. Sanggalangi 100,003,12
8. Sangalla' 112,763,52
9. Buntao Rantebua 114,343,57
10. Mengkendek 305,379,53
11. Saluputti 433,7313,53
12. Bittuang 298,049,28
13. Rentetayo 210,986,60
14. Bonggakaradeng 299,199,33
15. Simbuang 360,8411,26

Total 3,205,77100

Rumah Adat

Rumah Adat

Tongkonan Tampak Depan Tongkonan Tampak Samping
konon bentuk tongkonan menyerupai perahu kerajaan Cina jaman dahulu.Terik sinar matahari terasa semakin menyengat mata pada saat dipantulkan oleh papan berwarna merah yang menopang sebuah bangunan dengan bentuknya bak perahu kerajaan cina, guratan pisau rajut merajut di atas papan benwarna merah membentuk ukiran sebagai pertanda status sosial pemilik bangunan, ditambah lagi oleh deretan tanduk kerbau yang terpasang/digantung di depan rumah, semakin menambah keunikan bangunan yang terbuat dari kayu tersebut. Bentuk bangunan unik yang dapat dijumpai dihampir setiap pekarangan rumah masyarakat Toraja ini, lebih dikenal dengan sebutan nama Tongkonan.

Konon kata Tongkonan berasal dari istilah "tongkon" yang berarti duduk, dahulu rumah ini merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Rumah ini tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja. Dengan sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial. Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang juga bertingkat-tingkat dimasyarakat, maka dikenal beberapa jenis tongkonan, antara lain :
  • Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk, yaitu Tongkonan tempat menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
  • Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan yaitu Tongkonan yang satu ini berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio' Aluk.
  • Tongkonan Batu A'riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang. Tongkonan ini yang mengatur dan berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan.

Upacara Adat Tana Toraja

Di wilayah Kabupaten Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal dan tidak ada duanya di dunia, yaitu upacara adat Rambu Solo' (upacara untuk memakamkan leluhur/ orang tua yang tercinta) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu', juga acara upacara Ma'nene'. Dan Upacara Adat Rambu Tuka.

Upacara-upacara adat tersebut di atas baik Rambu Tuka'maupun Rambu Solo' diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam ragamnya.
Rambu Tuka'
Acara upacara adat Rambu Tuka' (acara untuk memasuki rumah adat yang baru/Tongkonan) atau yang selesai direnovasi; dan waktunya sekali dalam 50 atau 60 tahun. Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma'Bua', Meroek, atau Mangrara Banua Sura'.

Untuk upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari : Pa' Gellu, Pa' Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan, Pa'Burake, Memanna, Maluya, Pa'Tirra', Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh tabu ditampilkan pada upacara Rambu Tuka'.
Rambu Solo'
Rumah bambu tarnpak berderet, himpit menghimpit diatas padi yang tengah menghijau, tidak jauh dari situ berbaris orang orang mengikuti dibelakang mereka hewan ternak untuk dipersembahkan pada tuan rumah, tidak ketinggalan pula tuan rumah menyambut dengan ramahnya oleh tari tarian dan beraneka macam santapan yang telah dipersiapkan di atas daun pisang. Sepintas terlihat bak sebuah acara menyambut kesuka-citaan besar, tidak dinyana upacara yang begitu megahnya adalah upacara untuk prosesi pemakaman yang lebih dikenal dengan upacara Rambu Solo'.

Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun ini, mewajibkan keluarga yang ditinggal membuat sebuah pesta sebagai tanda hormat terakhir pada mendiang yang telah pergi. Namun dalam Pelaksanaannya, upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:

* Dipasang Bongi: Upacara yang hanya diiaksanakan dalam satu malam.
* Dipatallung Bongi: Upacara yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah dan ada pemotongan hewan.
* Dipalimang Bongi: Upacara pemakamanyang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah serta pemotongan hewan
* Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang setiap harinya ada pemotongan hewan.
Biasanya pada upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentan waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah "lapangan Khusus" karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma'tundan, Mebalun (membungkus jenazah), Ma'roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma'Popengkalo Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).

Tidak hanya ritual adat yang dapat dijumpai dalam Upacara Rambu solo, berbagai kegiatan budaya yang begitu menariknya dapat dipertontonkan dalam upacara ini, antara lain : Mapasilaga tedong (Adu kerbau), perlu diketahui bahwa kerbau di Tana Toraja memiliki ciri yang mungkin tidak dapat ditemui didaerah lain, mulai yang memiliki tanduk bengkok kebawah sampai dengan kerbau berkulit putih; Sisemba (Adu kaki); Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo': Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.; Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'.

Kesenian Tanah Toraja

seni tari dan seni suara serta pantun juga diperkenalkan seni musik tradisional Toraja antara lain :
Musik Pa'pompang


  • PASSULING

  • Semua lagu-lagu hiburan duka dapat diikuti dengan suling tradisional Toraja (Suling Lembang). Passuling ini dimainkan oleh laki-laki untuk mengiringi lantunan lagu duka (Pa'marakka) dalam menyambut keluarga atau kerabat yang menyatakan dukacitanya. Passuling ini dapat juga dimainkan di luar acara kedukaan, bahkan boleh dimainkan untuk menghibur diri dalam keluarga di pedesaan sambil menunggu padi menguning.
  • PA'PELLE'/PA'BARRUNG
  • Semua lagu ini sangat digemari oleh anak-anak gembala menjelang menguningnya padi di sawah. Alat musiknya terbuat dari batang padi dan disambung sehingga mirip terompet dengan daun enau yang besar. Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat (Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangara dan sejenisnya.
  • PA'POMPANG/PA'BAS
  • Inilah musik bambu yang pagelarannya merupakan satu simponi orkestra. Dimainkan oleh banyak orang biasanya murid-murid sekolah di bawah pimpinan seorang dirigen. Musik bambu jenis ini sering diperlombakan pada perayaan bersejarah seperti hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, Peringatan Hari Jadi tana Toraja. Lagu yang dimainkan bisa lagu-lagu nasional, lagu-lagu daerah Tana Toraja, lagu-lagu gerejawi, dan lagu-lagu daerah di seluruh Indonesia.